always remember...

visit my failed blog at widiasrah.multiply.com and my third blog at widiasrahblog.multiply.com

Jumat, 06 Februari 2009

Gelombang Paranoia Ekonomi

GELOMBANG PARANOIA EKONOMIoleh Widifermadhana AsrahTadi pagi, saya mendengarkan sebuah obrolan panjang – sekitar satu setengah jam – di sebuah radio swasta terkenal di Jakarta tentang resesi ekonomi yang akan terjadi. Obrolan ini mengundang narasumber yang menurut saya sangat kompeten, yaitu Rhenald Kasali. Mereka membicarakan masalah kesulitan ekonomi yang akan terjadi pada tahun 2009, dan melihat juga fenomena di masyarakat tentang tanggapan masyarakat tentang ekonomi 2009.Menurut Rhenald Kasali, pembicaraan mengenai krisis ekonomi di media sudah sampai pada taraf yang mengancam perekonomian. Mengapa? Karena pembicaraan ini membuat segenap masyarakat paranoid. Pengusaha takut meminjam kredit, masyarakat takut kalau mau membeli rumah, dan berbagai masalah lainnya. Akibatnya, uang di bank tidak berputar di masyarakat. Keuntungan bank akan menurun, dan sektor perbankan (kembali) menjadi sektor pertama yang dihantam oleh gelombang paranoia ini.Awalnya, Rhenald Kasali (dan saya) mengerti tujuan pers mendengungkan secara terus-menerus mengenai krisis ekonomi di AS. Mereka ingin agar pemerintah melakukan sesuatu yang lebih terlihat, lebih kasat mata, sehingga Indonesia bisa terselamatkan dari krisis ekonomi. Namun, karena televisi A menyiarkan krisis, televisi B menyiarkan krisis, televisi C menyiarkan krisis, sehingga masyarakat mau tak mau terbawa anggapan bahwa krisis ini akan segera terjadi.Di mata masyarakat sekarang, mungkin sesuatu yang ganjil jika seseorang menganggap bahwa krisis ekonomi itu akan menjangkau Indonesia dalam waktu lama. Saya tidak menyalahkan pendapat masyarakat, namun alangkah baiknya jika kita sebaiknya berpikir tenang terlebih dahulu. Banyak masyarakat yang sok-sok bicara soal ekonomi, padahal sebenarnya tidak mengerti soal perekonomian. Ini tidak hanya terjadi di kalangan awam, namun juga di kalangan wartawan, yang dapat membentuk mindset di masyarakat.Selain berbicara tentang pers Indonesia, ternyata Rhenald Kasali juga menyentil kebiasaan dan perkataan “kuno” orang tua kita tentang masa sulit ekonomi (baca: resesi ekonomi). Banyak orang tua kita mengatakan, bahwa kita sebaiknya berhemat dalam masa krisis, karena orang lain sedang susah. Padahal, mungkin anda mendapatkan gaji dari pengeluaran orang lain juga. Tak selamanya berhemat itu baik, karena penghematan akan memutus perputaran uang, sehingga sektor-sektor ekonomi yang banyak dibeli oleh masyarakat akan terkena imbas paling awal.Sekarang, terserah anda. Apakah anda adalah seorang yang kapitalis, atau seorang yang komunis? Apakah anda adalah orang yang harus tetap berbelanja di mall selama krisis, atau berbelanja cukup di pasar saja? Jika anda adalah seorang shopaholic, pasti anda akan mendapat banyak terima kasih dari pemilik Debenhams, sales Sogo, satpam mall, penjahit pakaian, buruh rokok, bahkan hingga tukang ojek anda. Namun jika tidak, selamat menikmati tabungan anda. Semoga tabungan anda berbunga di bank, tetapi itu dapat terjadi kalau bank anda tidak tutup akibat gelombang paranoia anda sendiri.Menurut saya, masyarakat sebaiknya jangan takut, namun harus waspada. Waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi, bukan takut akan segala kemungkinan. Jika kita takut, kita tidak akan bergerak. Seperti uang yang mengendap di bank tadi. Ketakutan tak akan membawa anda ke manapun, namun kewaspadaan akan mengeluarkan anda dari keadaan serba sulit.Sebenarnya, jauh lebih baik untuk menjual pakaian, bukan?Penulis adalah siswa SMP Labschool Jakarta.

Tidak ada komentar: