always remember...

visit my failed blog at widiasrah.multiply.com and my third blog at widiasrahblog.multiply.com

Minggu, 08 Maret 2009

Pertarungan Politik Yang Tidak Sehat

Saya tidak ingin membela siapa pun dalam penulisan posting ini, namun saya hanya ingin menyampaikan kekhawatiran saya terhadap hasil pemilu 2004 yang telah kita laksanakan 5 tahun yang lalu.

Saya, pernah memimpin organisasi intra sekolah di SMP Labschool Jakarta. Di sana, saya diajarkan untuk mengalihkan kekuasaan dengan sehat, dengan perlahan-lahan, sesuai dengan aturan, tanpa harus memutus tali silaturahmi dengan pendahulu saya. Sekitar 6 bulan yang lalu, saya bertemu dengan Kak Riri, incumbent yang saya gantikan sekitar dua tahun yang lalu itu. Ternyata, adik Kak Riri ikut serta dalam organisasi itu. Banyak dari rekan-rekan saya juga tidak berpandangan negatif dengan pendahulunya, meskipun apa yang telah mereka lalui saat masa rekrutmen.

Potongan kisah ini, bukan untuk membanggakan diri saya sendiri, namun lebih untuk memberikan teladan yang baik dalam elit politik negeri ini. Setiap pergantian kekuasaan, selal``u ada rumor-rumor tidak sedap, yang biasanya ditimbulkan oleh sang incumbent kepada penggantinya.

Saya sebut saja sang incumbent sebagai si X, dan sang penantang (yang memenangi pertarungan politik) sebagai si Y. Dalam pertarungan politik yang baik, biasanya si Y akan berkonsultasi terus dengan si X, agar pemerintahan bisa berlangsung dengan baik dan lancar selama masa peralihan. Nah, di negeri nan ajaib, ada orang sombong yang dengan sombongnya tidak mau berkonsultasi dengan pendahulunya. Atau mungkin si X yang tidak mau?

Minggu lalu, saya melihat Pak SBY sedang diwawancara oleh wartawan Metro TV, Najwa Shihab. Sikap kehati-hatian muncul dari tanggapan Pak SBY saat ditanya mengenai masalah yang sangat sensitif, yaitu hubungannya dengan Bu Mega. Beliau mengatakan, bahwa beliau mempunyai dokumen-dokumen yang jelas tentang kemundurannya dari kabinet pada tahun 2004 (semoga benar, jika salah mohon dikoreksi). Beliau sudah meminta bicara dengan Ibu Mega, namun ternyata Ibu Mega terkesan tidak mau.

Ini adalah versi Pak SBY. Namun versi Ibu Mega, Pak SBY yang tidak mau bertemu dengannya. Sayangnya, Ibu Mega cenderung menyimpan ceritanya sendiri, sehingga masyarakat bingung dengan kenyataan politik ini.

Jadi, Pak SBY atau Ibu Mega yang sombong? Apakah Pak SBY yang tidak mau bertemu dengan Ibu Mega, atau Ibu Mega yang menghalangi jalan Pak SBY untuk bertemu dengannya? Kalau saya ditanya tentang masalah ini, saya akan menjawab yang kedua. Atau, alangkah baiknya jika Ibu Mega mau berbicara di depan publik, karena dengan semakin cepatnya teknologi informasi dan komunikasi ini, jika Ibu Mega tidak menjawab, maka akan timbul rumor-rumor yang tidak sedap dengan Ibu Mega.

1 komentar:

Reyhan HD mengatakan...

wid wid...
ngapain ngurusin politik..
politik itu lebih susssah di mengerti daripada soal matematika tingkat dunia yg palign susah