always remember...

visit my failed blog at widiasrah.multiply.com and my third blog at widiasrahblog.multiply.com

Minggu, 22 Maret 2009

Muxlim: Facebook ala Islami

Diakses 1,5 Juta Pengunjung, Larang Keras Bahasa Vulgar dan Rasis

Situs pertemanan di dunia virtual makin digandrungi. Jika Mark Zuckerberg mendirikan Facebook yang mengantarkan dia sebagai salah seorang paling berpengaruh di dunia pada 2008 versi Time, tangan kreatif Mohamed El-Fatary melahirkan Muxlim, yang diklaim sebagai situs jejaring pertemanan muslim terbesar di dunia.

---

Kehadiran Muxlim menjadi penolong bagi kalangan muslim konservatif yang tetap ingin berhubungan dengan lawan jenisnya. Sebab, lewat komunitas online itu mereka tetap bisa berhubungan. Situs ini juga membuka ajang bagi mereka yang ingin mengenal atau berdiskusi tentang Islam. Fasilitas yang diberikan sama dengan situs lain. Sebut saja pemutar video, berita, gambar, blog dan chat yang berhubungan dengan kebudayaan muslim dan tentang Islam.

Dengan dasar konsep Islam, Muxlim memang memberi batasan bagi pengunjung situs yang kini diakses oleh lebih dari 1,5 juta orang setiap bulan --perkembangannya begitu pesat, karena 18 bulan lalu hanya diakses tak lebih dari 100 ribu pengunjung. Misalkan penggunaan bahasa yang vulgar, rasis, atau menjurus pada penjelasan seksual akan diblok disini.

Jejaring sosial dunia maya yang dirintis oleh jurnalis sekaligus blogger keturunan Amerika-Pakistan, Mohamed El-Fatary ini memang bukan satu-satunya wadah komunikasi virtual muslim. Situs berbasiskan komunitas muslim seperti ini dimulai di Mesir pada 2006, seperti Mecca.com dan Islamicaweb.com.

Anggota Muxlim memang belum begitu banyak. Di Inggris saja baru terdaftar 22.000 pengunjung pada Januari, bandingkan dengan keanggotaan Facebook pada waktu sama yang mencapai 22 juta. Data tersebut berdasarkan database internet ComScore.

Meski demikian, komunitas online ini dapat menjadi senjata untuk memasuki komunitas Islam yang sulit tersentuh. Tak heran jika kehadirannya direspons bagus oleh kalangan investor. Salah satu yang sudah menanamkan saham selang setahun setelah Muxlim kali pertama diaktifkan pada 2007 adalah Rite Internet Ventures. Perusahaan yang bergerak di pasar saham itu menyetor USD 2 juta (sekitar Rp 24 miliar). ''Mereka (Muxlim) memiliki jumlah pengunjung yang bagus. Situs ini diapresiasi oleh pengunjung dan kami pikir targetnya merupakan kelompok yang menguntungkan,'' kata Christoffer Hagglund, pimpinan eksekutif perusahaan dari Swedia itu.

Menurut sang pendiri Muxlim, El-Fatary, strateginya kini adalah memasuki negara dimana muslim merupakan minoritas. Sekitar 60 persen pengguna Muxlim kini berada di Amerika Utara dan Eropa. Tiga persen non-muslim dan lebih dari separuhnya adalah kaum hawa.

Kalangan muslim pun banyak yang menyukai. Misal, Shabana Ahmadzai, 19 dan Sara Bahmanpour, 20, yang memilih gambar animasi untuk profil mereka. Mereka gemar menjejalajahi dunia maya selain Facebook.

Ahmadzai telah bergabung selama dua tahun dalam komunitas yang ditujukan untuk muslim ini. Menurut pria asal Afghanistan yang kini mukim di Finlandia tersebut, anggota dalam komunitas itu sangat simpatik. ''Kami dapat berbagi informasi mengenai ideologi yang sama, meskipun (yang kita hadapi) itu bukan muslim, atau atheis sekalipun,'' kata Ahmadzai kepada Reuters di kafe dalam mal di Helsinki. (war/ami)

JP Rabu, 18 Maret 2009

from: http://nafazprint.multiply.com

Senin, 16 Maret 2009

Tidak Memilih Haram, Memilih?

Tempo hari, saya melaksanakan Shalat Jumat di sebuah masjid di kawasan Bekasi. Saya mendengar, bahwa di tempat lain Shalat Jumat membahas Maulid Nabi, namun di tempat ini, membahas masalah Pemilu. Menurut saya, Islam tidak harus membahas masa lalu, namun membahas masalah yang up-to-date seperti masalah Pemilu 2009 ini. Pembahasan masalah Maulid Nabi, selalu akan diulang, diulang, diulang terus menerus, setiap tahun. Padahal waktu terus berputar, jarum jam berdetak, berputar, kalender terus berganti, namun kita hanya membahas Maulid Nabi???

Astagfirullah, kembali ke pokok bahasan. Khutbah ini mengenai fatwa MUI bahwa tidak memilih, atau biasa dikenal dengan golput, adalah haram hukumnya. Haram, karena itu tidak berpartisipasi terhadap perkembangan negara. Fatwa ini mendapat kecaman dari berbagai pihak.

Khutbah ini mempunyai inti, bahwa golput haram jika yang dipilih ada yang yang memenuhi kriteria sebagai pemimpin, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SWT. Seperti siddiq, amanah, tablig, dan fatonah. Jika kita tidak memiliki ________

haha, to be continue...

Sabtu, 14 Maret 2009

Moving Class, Aduh!!

Aduh, kok disuruh nulis tentang bahasan yang semua orang nulis, ya…

Di sekolah saya beberapa waktu yang lalu, diselenggarakan sistem belajar Moving Class. Artinya adalah, bahwa pada setiap pelajaran, kita harus berpindah pada setiap pelajaran, karena setiap kelas berhubungan dengan suatu pelajaran (aduh bahasanya bikin bingung!!). Ya, contohnya kelas 7A pelajaran Matematika, berarti kita kalau pelajaran matematika harus ke kelas itu.

Jadi, setiap jam pelajaran, setiap siswa harus berpindah kelas, dari kelas yang satu ke kelas yang lain. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah.

Masalah pertama adalah jadwal. Karena perencanaan yang kurang matang, terkadang ada beberapa yang bentrok, sehingga ada 2 kelas yang mengisi kelas yang sama. ‘Kan tidak lucu kalau ada delapan puluh orang di empat puluh kursi? Haha, kecuali kalau kursinya gede-gede..

Masalah kedua adalah koridor perpindahan. Koridor depan kelas di sekolah saya, lebarnya berkisar antara 1 - 1,5 meter. Hal ini tentu menyulitkan siswa yang hendak berpindah, karena mereka harus “bertubrukan” dengan siswa yang akan masuk ke kelas tersebut. Hal ini diperparah dengan diletakkannya loker di depan kelas, yang malah mempersempit koridor. Saya pernah mengalaminya saat akan berpindah ke kelas 8E. Koridor depan kelasnya hanya sekitar 1,2 meter, dikurangi loker menjadi 90 cm. Akhirnya, siswa bertabrakan, dan terjadi kemacetan di sana.

Masalah ketiga adalah soal loker meja. Meja-meja di Labschool, sekarang banyak diisi oleh sampah-sampah. Banyak siswa berkata, bahwa ini bukan tanggung jawabnya, karena, “‘kan moving, banyak yang buang sampah.” selain itu banyak juga yang tidak sengaja meninggalkan buku, dompet, bahkan handphone-nya. Jika ada yang tertinggal, bahkan ada yang dengan sengaja mengambil barang yang tertinggal. Wah, ini cocok sekali, dan sangat enak bagi para kleptomania dan nyolongmania.

Namun, ada beberapa manfaat dari moving class, contohnya adalah siswa bisa merasakan pendalaman di kelas tersebut. Sebagai contoh, guru Geografi tidak perlu memindahkan globe dari satu kelas ke kelas yang lain, guru Matematika tidak perlu memindahkan rumus-rumus yang ditempel di dinding, guru Biologi tidak perlu memindahkan rangka manusia yang biasanya digunakan untuk pembelajaran.

Selain itu, hal ini bisa mengurangi kebosanan. Bosan karena ada di kelas yang sama selama 7 jam sehari. Namun, hal ini bisa diatasi dengan sering keluar kelas, untuk mengurangi keletihan dan stres di kelas.

Moving Class, Aduh!!

Aduh, kok disuruh nulis tentang bahasan yang semua orang nulis, ya…

Di sekolah saya beberapa waktu yang lalu, diselenggarakan sistem belajar Moving Class. Artinya adalah, bahwa pada setiap pelajaran, kita harus berpindah pada setiap pelajaran, karena setiap kelas berhubungan dengan suatu pelajaran (aduh bahasanya bikin bingung!!). Ya, contohnya kelas 7A pelajaran Matematika, berarti kita kalau pelajaran matematika harus ke kelas itu.

Jadi, setiap jam pelajaran, setiap siswa harus berpindah kelas, dari kelas yang satu ke kelas yang lain. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah.

Masalah pertama adalah jadwal. Karena perencanaan yang kurang matang, terkadang ada beberapa yang bentrok, sehingga ada 2 kelas yang mengisi kelas yang sama. ‘Kan tidak lucu kalau ada delapan puluh orang di empat puluh kursi? Haha, kecuali kalau kursinya gede-gede..

Masalah kedua adalah koridor perpindahan. Koridor depan kelas di sekolah saya, lebarnya berkisar antara 1 - 1,5 meter. Hal ini tentu menyulitkan siswa yang hendak berpindah, karena mereka harus “bertubrukan” dengan siswa yang akan masuk ke kelas tersebut. Hal ini diperparah dengan diletakkannya loker di depan kelas, yang malah mempersempit koridor. Saya pernah mengalaminya saat akan berpindah ke kelas 8E. Koridor depan kelasnya hanya sekitar 1,2 meter, dikurangi loker menjadi 90 cm. Akhirnya, siswa bertabrakan, dan terjadi kemacetan di sana.

Masalah ketiga adalah soal loker meja. Meja-meja di Labschool, sekarang banyak diisi oleh sampah-sampah. Banyak siswa berkata, bahwa ini bukan tanggung jawabnya, karena, “‘kan moving, banyak yang buang sampah.” selain itu banyak juga yang tidak sengaja meninggalkan buku, dompet, bahkan handphone-nya. Jika ada yang tertinggal, bahkan ada yang dengan sengaja mengambil barang yang tertinggal. Wah, ini cocok sekali, dan sangat enak bagi para kleptomania dan nyolongmania.

Namun, ada beberapa manfaat dari moving class, contohnya adalah siswa bisa merasakan pendalaman di kelas tersebut. Sebagai contoh, guru Geografi tidak perlu memindahkan globe dari satu kelas ke kelas yang lain, guru Matematika tidak perlu memindahkan rumus-rumus yang ditempel di dinding, guru Biologi tidak perlu memindahkan rangka manusia yang biasanya digunakan untuk pembelajaran.

Selain itu, hal ini bisa mengurangi kebosanan. Bosan karena ada di kelas yang sama selama 7 jam sehari. Namun, hal ini bisa diatasi dengan sering keluar kelas, untuk mengurangi keletihan dan stres di kelas.

Pendidikan Indonesia

Saya, adalah seorang yang sedang kebingungan. Mengapa? Saya melihat bahwa sistem pendidikan Indonesia sudah sangat tidak sehat.

Pendidikan di Indonesia, terbagi menjadi dua bagian, yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) dan pendidikan oleh swasta. Setiap masa ajaran baru, sekolah negeri dan swasta berebut mencari murid, sehingga (bagi yang negeri) dapat berjalan dengan normal, dan (bagi yang swasta) dapat menggerakkan roda perekonomian sekolah. Khususnya setelah Ujian Nasional, sekolah berebut mencari murid. Tentu, dalam hukum ekonomi, bahwa siswa akan mencari sekolah dengan biaya seminimal mungkin. Nah, hal itulah yang sulit didapat dari sekolah swasta.

Sementara itu, sekolah negeri adalah tempat yang tepat bagi yang memiliki nilai Ujian Nasional bagus. Jika tidak, maka siswa tersebut akan mendapat sekolah yang “ecek-ecek”. Nah, kesempatan ini (atau kebimbangan ini) yang dimanfaatkan oleh sekolah swasta untuk memperoleh siswa. Sekolah swasta memaksa (calon) siswanya membayar uang pangkal lebih awal. Padahal, jika ia memperoleh kesempatan untuk bersekolah di sekolah yang lebih affordable, dan ia memilih sekolah itu, hilanglah uang pangkal itu.

Apakah ini sehat? Ada pemaksaan, permainan uang, dan kekotoran yang sudah diajarkan ke anak didik kita. Sungguh terlalu.. Apakah Bapak Menteri tidak menyadari? Ditambah dengan korupsi dunia pendidikan, buku pelajaran yang demikian mahal, ditambah lagi dengan moral para pejabat, para pemimpin dunia pendidikan? Apakah mereka tidak memperdulikan pimpinan?

Maulid Nabi, Perlukah?

Saya kemarin melihat televisi, dan isinya menurut sepengetahuan saya, sangat memprihatinkan.

Maulid Nabi, adalah sebuah perayaan yang biasanya dirayakan oleh umat muslim Indonesia. Padahal, Nabi Muhammad sendiri tidak pernah merayakan hari ulang tahunnya (wah, Indonesia over dong…). Ya, tepatnya begitu. Maulid Nabi adalah contohnya. Maulid Nabi, mungkin dulu diajarkan oleh penyebar Islam di Nusantara (baca: Wali Songo), agar Islam bisa diterima di sini. Nah, sayangnya, Wali Songo sudah keburu meninggal, sebelum bisa mengembalikan masyarakat ke ajaran yang sesungguhnya. Nah, jadilah seperti ini.

Selain itu, saya juga melihat ada yang berzikir bersama. Ini juga bermasalah Mengapa? Karena zikir itu kan doanya masing-masing, kok ini diajak bareng-bareng. Coba anda bayangkan, kalau misalnya yang imamnya Ketua Partai X, dan jamaahnya ketua partai Y. Nanti doa jamaah sama imam beda, nggak dikabulin (halah). Sebenarnya ada alasan logis tentang ini, namun saya lupa. Nanti jika ada yang tahu harap memberitahu, ya…

Minggu, 08 Maret 2009

Pertarungan Politik Yang Tidak Sehat

Saya tidak ingin membela siapa pun dalam penulisan posting ini, namun saya hanya ingin menyampaikan kekhawatiran saya terhadap hasil pemilu 2004 yang telah kita laksanakan 5 tahun yang lalu.

Saya, pernah memimpin organisasi intra sekolah di SMP Labschool Jakarta. Di sana, saya diajarkan untuk mengalihkan kekuasaan dengan sehat, dengan perlahan-lahan, sesuai dengan aturan, tanpa harus memutus tali silaturahmi dengan pendahulu saya. Sekitar 6 bulan yang lalu, saya bertemu dengan Kak Riri, incumbent yang saya gantikan sekitar dua tahun yang lalu itu. Ternyata, adik Kak Riri ikut serta dalam organisasi itu. Banyak dari rekan-rekan saya juga tidak berpandangan negatif dengan pendahulunya, meskipun apa yang telah mereka lalui saat masa rekrutmen.

Potongan kisah ini, bukan untuk membanggakan diri saya sendiri, namun lebih untuk memberikan teladan yang baik dalam elit politik negeri ini. Setiap pergantian kekuasaan, selal``u ada rumor-rumor tidak sedap, yang biasanya ditimbulkan oleh sang incumbent kepada penggantinya.

Saya sebut saja sang incumbent sebagai si X, dan sang penantang (yang memenangi pertarungan politik) sebagai si Y. Dalam pertarungan politik yang baik, biasanya si Y akan berkonsultasi terus dengan si X, agar pemerintahan bisa berlangsung dengan baik dan lancar selama masa peralihan. Nah, di negeri nan ajaib, ada orang sombong yang dengan sombongnya tidak mau berkonsultasi dengan pendahulunya. Atau mungkin si X yang tidak mau?

Minggu lalu, saya melihat Pak SBY sedang diwawancara oleh wartawan Metro TV, Najwa Shihab. Sikap kehati-hatian muncul dari tanggapan Pak SBY saat ditanya mengenai masalah yang sangat sensitif, yaitu hubungannya dengan Bu Mega. Beliau mengatakan, bahwa beliau mempunyai dokumen-dokumen yang jelas tentang kemundurannya dari kabinet pada tahun 2004 (semoga benar, jika salah mohon dikoreksi). Beliau sudah meminta bicara dengan Ibu Mega, namun ternyata Ibu Mega terkesan tidak mau.

Ini adalah versi Pak SBY. Namun versi Ibu Mega, Pak SBY yang tidak mau bertemu dengannya. Sayangnya, Ibu Mega cenderung menyimpan ceritanya sendiri, sehingga masyarakat bingung dengan kenyataan politik ini.

Jadi, Pak SBY atau Ibu Mega yang sombong? Apakah Pak SBY yang tidak mau bertemu dengan Ibu Mega, atau Ibu Mega yang menghalangi jalan Pak SBY untuk bertemu dengannya? Kalau saya ditanya tentang masalah ini, saya akan menjawab yang kedua. Atau, alangkah baiknya jika Ibu Mega mau berbicara di depan publik, karena dengan semakin cepatnya teknologi informasi dan komunikasi ini, jika Ibu Mega tidak menjawab, maka akan timbul rumor-rumor yang tidak sedap dengan Ibu Mega.